Jakarta, [RR1online]:
“TIDAK ada prajurit yang salah, yang salah adalah komandannya”. Itulah prinsip kemuliaan di dunia militer. Bukan komandan militer (atasan) namanya jika tidak menganut prinsip tersebut. Dan begitu pun yang seharusnya secara mulia diterapkan di dunia pemerintahan.
Masih ingat dengan peristiwa penyerangan Lapas Cebongan? Tentulah! Bahkan dengan sikap ksatria sejumlah anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan Kartosuro telah mengakui perbuatannya sebagai pihak yang melakukan penyerang Lapas di Sleman, Yogyakarta.
Namun sebelumnya, Danjen Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo pernah menyatakan, bahwa 11 tersangka penyerangan LP Cebongan adalah anggotanya dan sebagai komandan, dia paling bertanggung jawab. “Yang jelas 11 orang itu adalah anak buah saya dan sayalah atasannya, Mayjen TNI Agus Sutomo,” kata Agus di Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur. Seperti dikutip detik.com. Seraya menambahkan, bahwa orang yang paling terdepan bertangung jawab di institusi Kopassus ini adalah dirinya.
Menanggapi pengakuan anggota Kopassus dan sikap Agus tersebut, mantan Asisten Teritorial Kepala Staf TNI AD, Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi menilai, tindakan seperti itulah yang seharusnya ditiru para koruptor, yakni mengakui kesalahan dengan penuh sikap ksatria.
“Menurut saya, sikap ksatria Kopassus muda ini perlu ditiru oleh para koruptor, oleh para penyelenggara negara yang telah salah menyelenggarakan kekuasannya demi kepentingan sendiri dan kelompoknya, sehingga negara ini amburadul,” tutur Saurip, seperti dilansir tribunnews.
Saurip mengimbau sebaiknya koruptor mengaku saja, sebab perbuatan mereka telah merusak masa depan generasi muda. “Ketika berbuat salah, segera mengaku untuk kepentingan anak-anak kita, cucu kita, dan masa depan. Jadilah seperti mereka. Itulah yang aku kagum dari 11 anggota Kopassus muda,” paparnya.
Lalu bagaimana dengan kasus Bank Century? Hehehee… Sungguh sangat jauh.. jauh sekali!
Seusai diperiksa dan dimintai keteranganya oleh KPK, Boediono malah berusaha tampil berwajah “suci” dengan menunjuk bahwa yang dilakukannya itu adalah sebuah tindakan mulia.
Tindakan mulia yang dimaksud adalah karena telah melakukan “penyelamatan” sehingga Indonesia tidak diporak-porandakan oleh krisis ekonomi.
Terus terang, saya sangat geli mendengar pernyataan Boediono yang menyebutkan bahwa yang dilakukannya saat itu adalah tindakan mulia.
Saya pasti sependapat dengan Boediono apabila langkah penyelamatan yang dimaksud itu tidaklah memakai uang negara sampai triliunan rupiah, seperti yang pernah dilakukan oleh Rizal Ramli saat menyelamatkan BII saat menjabat Menkeu, Juli 2001 silam. Tetapi jika penyelamatan itu dilakukan dengan memakai uang negara yang sangat besar, maka siapa pun yang menjadi Gubernur BI saat itu pastilah mampu.
Apalagi dengan mengetahui akibat tindakan mulia yang telah dilakukannya itu, nyatanya hanya membuat sejumlah pihak terpaksa menjadi korban. Di antaranya, terdapat dua anak buah Boediono (saat menjabat Gubernur BI) sudah jadi tersangka, yakni mantan Deputi Bidang Moneter Budi Mulya yang kini telah mendekam di penjara, serta mantan Deputi Bidang Pengawasan Siti Fajriah yang saat ini malah sedang terkapar sekarat karena sakit stroke.
Itukah yang dimaksud sebagai sebuah kemuliaan? Dan apakah KPK juga akan ikut sepakat menunjuk hal itu sebagai tindakan mulia dari seorang Gubernur BI yang digaji oleh negara hingga sekitar Rp. 150 juta perbulan? (Gaji Gubernur BI sekarang -2013 hampir Rp.200 juta perbulan, dan itu baru gaji pokok, belum ini-itu dan lain sebagainya).
Menanggapi pernyataan Boediono seusai diperiksa KPK atas kasus Century tersebut, Rizal Ramli geleng-geleng kepala dan menyebut pernyataan seperti itu hanya dilontarkan oleh pemimpin yang berjiwa buruk dan tidak ksatria.
Rizal Ramli menilai, Boediono berusaha cuci tangan, seolah-olah dirinya tidak mengetahui soal pembengkakan dana talangan untuk Bank Century dengan mengemukakan alasan, bahwa itu adalah kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Pengawas Bank.
“Pak Boediono bersikap ksatrialah, sebagai orang Jawa. Malu, anak buah sudah dipenjara padahal nggak ngerti apa-apa. Kasihan Ibu Siti Fajriah sebagai Deputi Gubernur paling jujur sampai kena stroke,” ajak Rizal Ramli,
Rizal Ramli yang pernah menjabat Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu menyebutkan, sebagai orang yang pernah di dalam birokrasi, dirinya tahu persis, bahwa keputusan strategis selalu pimpinan yang ambil. “Anak buah hanya dimintai pendapatnya, dan biasanya mereka hanya perbaiki plus minusnya. Dan yang mengambil keputusan adalah pemimpinnya,” ujar Rizal Ramli. Seperti dilansir Aktual.co. Lalu kenapa anak buah yang harus dikorbankan..???
Sehingga itu, Rizal Ramli mengimbau, sudah waktunya Boediono mengaku dan bersikap ksatria. “Laksanakanlah ajaran luhur kebudayaan Jawa tentang sikap kejujuran dan sikap kesatria,” imbuh Rizal.(map/ams)
“TIDAK ada prajurit yang salah, yang salah adalah komandannya”. Itulah prinsip kemuliaan di dunia militer. Bukan komandan militer (atasan) namanya jika tidak menganut prinsip tersebut. Dan begitu pun yang seharusnya secara mulia diterapkan di dunia pemerintahan.
Masih ingat dengan peristiwa penyerangan Lapas Cebongan? Tentulah! Bahkan dengan sikap ksatria sejumlah anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan Kartosuro telah mengakui perbuatannya sebagai pihak yang melakukan penyerang Lapas di Sleman, Yogyakarta.
Namun sebelumnya, Danjen Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo pernah menyatakan, bahwa 11 tersangka penyerangan LP Cebongan adalah anggotanya dan sebagai komandan, dia paling bertanggung jawab. “Yang jelas 11 orang itu adalah anak buah saya dan sayalah atasannya, Mayjen TNI Agus Sutomo,” kata Agus di Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur. Seperti dikutip detik.com. Seraya menambahkan, bahwa orang yang paling terdepan bertangung jawab di institusi Kopassus ini adalah dirinya.
Menanggapi pengakuan anggota Kopassus dan sikap Agus tersebut, mantan Asisten Teritorial Kepala Staf TNI AD, Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi menilai, tindakan seperti itulah yang seharusnya ditiru para koruptor, yakni mengakui kesalahan dengan penuh sikap ksatria.
“Menurut saya, sikap ksatria Kopassus muda ini perlu ditiru oleh para koruptor, oleh para penyelenggara negara yang telah salah menyelenggarakan kekuasannya demi kepentingan sendiri dan kelompoknya, sehingga negara ini amburadul,” tutur Saurip, seperti dilansir tribunnews.
Saurip mengimbau sebaiknya koruptor mengaku saja, sebab perbuatan mereka telah merusak masa depan generasi muda. “Ketika berbuat salah, segera mengaku untuk kepentingan anak-anak kita, cucu kita, dan masa depan. Jadilah seperti mereka. Itulah yang aku kagum dari 11 anggota Kopassus muda,” paparnya.
Lalu bagaimana dengan kasus Bank Century? Hehehee… Sungguh sangat jauh.. jauh sekali!
Seusai diperiksa dan dimintai keteranganya oleh KPK, Boediono malah berusaha tampil berwajah “suci” dengan menunjuk bahwa yang dilakukannya itu adalah sebuah tindakan mulia.
Tindakan mulia yang dimaksud adalah karena telah melakukan “penyelamatan” sehingga Indonesia tidak diporak-porandakan oleh krisis ekonomi.
Terus terang, saya sangat geli mendengar pernyataan Boediono yang menyebutkan bahwa yang dilakukannya saat itu adalah tindakan mulia.
Saya pasti sependapat dengan Boediono apabila langkah penyelamatan yang dimaksud itu tidaklah memakai uang negara sampai triliunan rupiah, seperti yang pernah dilakukan oleh Rizal Ramli saat menyelamatkan BII saat menjabat Menkeu, Juli 2001 silam. Tetapi jika penyelamatan itu dilakukan dengan memakai uang negara yang sangat besar, maka siapa pun yang menjadi Gubernur BI saat itu pastilah mampu.
Apalagi dengan mengetahui akibat tindakan mulia yang telah dilakukannya itu, nyatanya hanya membuat sejumlah pihak terpaksa menjadi korban. Di antaranya, terdapat dua anak buah Boediono (saat menjabat Gubernur BI) sudah jadi tersangka, yakni mantan Deputi Bidang Moneter Budi Mulya yang kini telah mendekam di penjara, serta mantan Deputi Bidang Pengawasan Siti Fajriah yang saat ini malah sedang terkapar sekarat karena sakit stroke.
Itukah yang dimaksud sebagai sebuah kemuliaan? Dan apakah KPK juga akan ikut sepakat menunjuk hal itu sebagai tindakan mulia dari seorang Gubernur BI yang digaji oleh negara hingga sekitar Rp. 150 juta perbulan? (Gaji Gubernur BI sekarang -2013 hampir Rp.200 juta perbulan, dan itu baru gaji pokok, belum ini-itu dan lain sebagainya).
Menanggapi pernyataan Boediono seusai diperiksa KPK atas kasus Century tersebut, Rizal Ramli geleng-geleng kepala dan menyebut pernyataan seperti itu hanya dilontarkan oleh pemimpin yang berjiwa buruk dan tidak ksatria.
Rizal Ramli menilai, Boediono berusaha cuci tangan, seolah-olah dirinya tidak mengetahui soal pembengkakan dana talangan untuk Bank Century dengan mengemukakan alasan, bahwa itu adalah kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Pengawas Bank.
“Pak Boediono bersikap ksatrialah, sebagai orang Jawa. Malu, anak buah sudah dipenjara padahal nggak ngerti apa-apa. Kasihan Ibu Siti Fajriah sebagai Deputi Gubernur paling jujur sampai kena stroke,” ajak Rizal Ramli,
Rizal Ramli yang pernah menjabat Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu menyebutkan, sebagai orang yang pernah di dalam birokrasi, dirinya tahu persis, bahwa keputusan strategis selalu pimpinan yang ambil. “Anak buah hanya dimintai pendapatnya, dan biasanya mereka hanya perbaiki plus minusnya. Dan yang mengambil keputusan adalah pemimpinnya,” ujar Rizal Ramli. Seperti dilansir Aktual.co. Lalu kenapa anak buah yang harus dikorbankan..???
Sehingga itu, Rizal Ramli mengimbau, sudah waktunya Boediono mengaku dan bersikap ksatria. “Laksanakanlah ajaran luhur kebudayaan Jawa tentang sikap kejujuran dan sikap kesatria,” imbuh Rizal.(map/ams)