[RR1-online]
BETAPA disayangkan, negara telah tega memperlakukan secara tidak hormat dan tidak adil sosok pejuang dan Proklamator kemerdekaan sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
BETAPA disayangkan, negara telah tega memperlakukan secara tidak hormat dan tidak adil sosok pejuang dan Proklamator kemerdekaan sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Hak-haknya direduksi, harkat dan martabatnya direndahkan, citra dan nama baiknya lempar jauh-jauh, padahal Soekarno adalah sosok Presiden yang sempat sangat disegani di mata dunia.
Melalui TAP MPRS No. XXXIII/1967, kekua-saan Bung Karno (sapaan akrab Soekarno) dicabut atas tuduhan terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S-PKI), tahun 1965. Dalam konteks ini, maka sudah selayaknya bila keberadaan TAP MPRS No. XXXIII/1967 tersebut dicabut, kemudian nama Bung Karno segera direhabilitasi penuh.
Demikian dikatakan tokoh nasional yang saat ini menjadi simbol pergerakan perubahan, DR. Rizal Ramli, ketika dimintai komentarnya oleh wartawan seputar adanya rencana dan keinginan Keluarga Bung Karno dan Civitas Akademika Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta mengajukan judicial review (meninjauan kembali) terhadap TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 dan TAP MPR No. I/MPR/2003.
Terkait dengan rencana tersebut, Universitas Bung Karno pun me-nyelenggarakan seminar yang mengangkat tema: “Menggugat TAP MPRS NO. XXXIII/MPRS/1967 DAN TAP MPR NO. I/MPR/2003 Dikaitkan dengan Aspek Sejarah, Hukum, Keadilan, dan HAM serta Hukum Tata Negara”, di Jakarta, Kamis (28/2).
Menurut Rizal Ramli yang juga Ketua Dewan Kurator Universitas Bung Karno, Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hukum harus mampu memberi rasa tenang, aman, damai, adil bagi setiap warga negara. Karena itu, dengan dalih apa pun, tanpa keputusan pengadilan, negara tidak boleh mereduksi bahkan merampas hak-hak konstitusional warga negaranya.
“Kita tahu, Bung Karno dituduh terlibat dalam peristiwa G30S PKI. Tapi sampai akhir hayatnya, beliau tak pernah diperiksa atau diadili di pengadilan. Ini adalah stigma yang dtimpakan negara kepada proklamator kemerdekaan Indonesia tanpa diberi kesempatan untuk membela diri,” tandasnya.
“Akibatnya, stigma tersebut terus melekat sampai akhir hayat Bung Karno tanpa ada kesempatan untuk membersihkan diri. Saya kira wajar saja, bila banyak rakyat Indonesia pencinta, dan penerus perjuangan Bung Karno akan mendukung upaya ini,” ujar tokoh yang sangat meng-idolakan sosok Bung Karno selama ini.>nt/ams