Jumat, 31 Mei 2013

Rizal Ramli: Saatnya Nama Baik Soekarno Direhabilitasi

[RR1-online]
BETAPA disayangkan, negara telah tega memperlakukan secara tidak hormat dan tidak adil sosok pejuang dan Proklamator kemerdekaan sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Hak-haknya direduksi, harkat dan martabatnya direndahkan, citra dan nama baiknya lempar jauh-jauh, padahal Soekarno adalah sosok Presiden yang sempat sangat disegani di mata dunia.

Melalui TAP MPRS No. XXXIII/1967, kekua-saan Bung Karno (sapaan akrab Soekarno) dicabut atas tuduhan terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S-PKI), tahun 1965. Dalam konteks ini, maka sudah selayaknya bila keberadaan TAP MPRS No. XXXIII/1967 tersebut dicabut, kemudian nama Bung Karno segera direhabilitasi penuh.

Demikian dikatakan tokoh nasional yang saat ini menjadi simbol pergerakan perubahan, DR. Rizal Ramli, ketika dimintai komentarnya oleh wartawan seputar adanya rencana dan keinginan Keluarga Bung Karno dan Civitas Akademika Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta mengajukan judicial review (meninjauan kembali) terhadap TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 dan TAP MPR No. I/MPR/2003.

Terkait dengan rencana tersebut, Universitas Bung Karno pun me-nyelenggarakan seminar yang mengangkat tema: “Menggugat TAP MPRS NO. XXXIII/MPRS/1967 DAN TAP MPR NO. I/MPR/2003 Dikaitkan dengan Aspek Sejarah, Hukum, Keadilan, dan HAM serta Hukum Tata Negara”, di Jakarta, Kamis (28/2).

Menurut Rizal Ramli yang juga Ketua Dewan Kurator Universitas Bung Karno, Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hukum harus mampu memberi rasa tenang, aman, damai, adil bagi setiap warga negara. Karena itu, dengan dalih apa pun, tanpa keputusan pengadilan, negara tidak boleh mereduksi bahkan merampas hak-hak konstitusional warga negaranya.

“Kita tahu, Bung Karno dituduh terlibat dalam peristiwa G30S PKI. Tapi sampai akhir hayatnya, beliau tak pernah diperiksa atau diadili di pengadilan. Ini adalah stigma yang dtimpakan negara kepada proklamator kemerdekaan Indonesia tanpa diberi kesempatan untuk membela diri,” tandasnya.

“Akibatnya, stigma tersebut terus melekat sampai akhir hayat Bung Karno tanpa ada kesempatan untuk membersihkan diri. Saya kira wajar saja, bila banyak rakyat Indonesia pencinta, dan penerus  perjuangan Bung Karno akan mendukung upaya ini,” ujar tokoh yang sangat meng-idolakan sosok Bung Karno selama ini.>nt/ams

Wow...Negara Masih Bayar Bunga BLBI Rp 60 Triliun!



[RR1-online]
RIZAL RAMLI berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlihatkan keseriusannya untuk menuntaskan kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) beberapa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sebab, menurut dia, hingga kini negara masih membayar bunga obligasi BLBI itu sekitar Rp.60 triliun pertahun.

“Perlu diketahui bahwa negara itu masih membayar bunga subsidi BLBI sekitar Rp.60 Triliun pertahun. Itu masih 20 tahun mendatang. Kita kan masih ramaian subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) buat rakyat dan segala macam, kok subsidi terhadap bunga BLBI masih berlanjut?” ujar Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (12/4/2013) saat memenuhi panggilan KPK.
 
Rizal dipanggil KPK untuk diimintai keterangan terkait penyelidikan atas penerbitan SKL BLBI tersebut. Lalu Rizal lebih jauh mendesak KPK agar mengungkapkan kasus ini seterang-terangnya. KPK, kata dia, harus dapat mengembalikan kerugian negara akibat pemberian bantuan pinjaman BI kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas itu.
 
“Saya kira perlu diluruskan supaya adil-lah. Jangan bangkir-bangkir kaya yang terus disubsidi, sementara rakyat dipaksa untuk menerima kenaikan BBM,” lontar Rizal. Dan saat ditanya siapa yang bertanggung-jawab atas kerugian negara ini, Rizal buru-buru mengatakan, “Kita akan lihat nanti.”
 
Sebagaimana diketahui, bantuan BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan BI kepada bank-bank yang sedang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia de-ngan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 Triliun kepada 48 bank.
 
Dari Rp 147,7 Triliun, dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, terdapat Rp.138,4 Triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana itu kurang jelas. Selain itu, terdapat penyimpangan dalam penyaluran mau pun penggunaan dana BLBI yang dilakukan pemegang saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui grup bank tersebut.

Dari catatan Indonesia Corruption Watch (ICW),  dalam 5 tahun terakhir, upaya menyeret para koruptor dana BLBI selalu terbentur kendala penegakan hukum. Seolah hukum jadi ompong dan tidak bertaring menghadapi para konglomerat hitam. Untuk penanganan perkara korupsi BLBI, Kejaksaan Agung tidak menunjukkan kemajuan signifikan dari tahun ke tahun.>nt/ams

KPK Luruskan Pemberitaan Terkait Pemanggilan Rizal Ramli

[RR1-online]
KARENA sedikit memunculkan persepsi keliru dari berbagai pemberitaan di media massa yang menyebutkan, bahwa  mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Dr. Rizal Ramli, menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mencoba meluruskannya.

Johan Budi Sapto Prabowo selaku juru bicara KPK menjelaskan, KPK memanggil ekonom senior itu untuk dimintai keterangan. Panggilan itu juga untuk mencari tahu apakah ada indikasi korupsi dalam kasus yang berumur sudah cukup tua tersebut.

“Kalau di penyelidikan, ya, namanya dimintai keterangan,” ujar Johan Budi, seperti dilansir Rakyat Merdeka Online, Sabtu (13/4).

Pernyataan Johan ini sekaligus meluruskan pemberitaan sejumlah media yang menyebutkan Rizal Ramli dipanggil untuk diperiksa. “Dia (Rizal) belum punya status apa-apa,” tegas Johan.

Seseorang yang dipanggil KPK, sambung Johan, baik itu dalam penyelidikan atau penyidikan sebuah perkara, dikarenakan orang itu dianggap cukup mengetahui, melihat dan juga mendengar.

“Apa kapasitasnya? Mungkin dia punya informasi yang dibutuhkan oleh KPK. Makanya, beliau diundang tim,” terang Johan.

KPK sendiri sejauh ini sudah me-manggil tiga mantan Menteri terkait penyelidikan perkara ini. Pertama, pada Selasa (2/4/2013) KPK sudah meminta keterangan mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie.  Dia juga dimintai keterangan terkait dugaan terjadinya tindak pida-na korupsi, khususnya dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL).

Selanjutnya, pada Jumat (12/4/2013), KPK mengundang Dr Rizal Ramli dan mantan Menkeu, Bambang Subianto.>nt/ams

Rizal Ramli: Kami tak Pernah Keluarkan SKL-BLBI


[RR1-online]
MENTERI Kordinator Perekonomian era Presiden Gusdur, DR. Rizal Ramli (RR) mengaku tahu jika ada kejanggalan dalam Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikeluarkan terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Menurut RR, pihaknya tidak mengeluarkan SKL tersebut, karena sejumlah bank penerima BLBI belum ada yang melunasi hutang-hutangnya. “Karena memang banyak yang belum lunas, atau belum beres,” kata RR usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/4/2013).

Yang jelas, menurut RR, SKL tersebut tidak keluar di era dirinya saat menjabat sebagai Menteri Keuangan maupun Menteri Kordinator Perekonomian sekitar tahun 2000-2001. Bahkan, saat disinggung keterkaitan Kwik Kian Gie yang juga mantan Menteri Perekonomian sebelum dia, RRmengatakan, tidak ada kaitannya.
“Pada jaman kami, tidak pernah mengeluarkan SKL, itu terjadi setelah kami,” tegas RR.

Meski begitu, RR yang keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 19.00 WIB itu tidak menampik bahwa pihak yang paling bertanggung jawab dalam penerbitan SKL tersebut adalah pejabat di masa itu. “Itu pejabat pada waktu itu. Pejabat waktu itulah,” sahut RR.

Seperti diketahui, pejabat setelah RR, jabatan Menteri Keuangan tersebut diisi oleh Boediono dengan masa jabatan tahun 2001-2004, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden. Untuk jabatan Menteri Koordinator Perekonomian, Rizal digantikan oleh Burhanudin Abdullah.

Sebagaimana yang juga diketahui, bahwa dalam kasus BLBI terdapat 48 bank yang menerima bantuan dengan total senilai Rp147,7 Triliun untuk menyelematkan sejumlah bank dari krisis moneter pada tahun 1998.

Kemudian di sinilah dari audit BPK ditemukan adanya indikasi penyimpangan senilai Rp138 Triliun.

Terkait dengan masalah itu, KPK juga tengah menelusuri SKL tersebut, lembaga pimpinan Abraham Samad itu, juga telah memeriksa sejumlah mantan menteri seperti, Kwik Kian Gie, mantan Menteri Keuangan, Bambang Subianto, termasuk Rizal Ramli.

Kebohongan Presiden SBY Kembali Terkuak
Sejumlah kalangan menilai, pengakuan SBY bahwa dirinya tak tahu-menahu mengenai bailout Bank Century karena tidak dilapori, adalah tidaklah benar.

Sri Mulyani yang saat itu menjabat Menteri Keuangan dan Ketua KSSK ternyata melaporkan proses bailout Bank Century kepada Presiden SBY. Buktinya, kata salah seorang inisiator Pansus Bank Century, Misbakhun, ada tiga surat yang dikirimkan Sri Mulyani kepada Presiden SBY.

Surat-surat tersebut adalah surat S-01/KSSK.01/2008 tanggal 25 November 2008, SR-02/KSSK.001/2009 tanggal 4 Februari 2009 dan SR-36/KMK.01/2009 tanggal 29 Agustus 2009.

“Untuk itu Sri Mulyani dan dan Boediono perlu diklarifikasi. Sebab surat itu ditanda-tangani oleh mereka berdua,” ungkap Misbakhun kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 6/12).

Surat-surat tersebut, menurut Misbakhun, tak perlu lagi diuji kebenarannya. Sebab, itu merupakan dokumen yang sah dan resmi dari KSSK.

Mengetahui hal ini, maka tak sedikit kalangan menilai, bahwa Skandal Bank Century adalah contoh klasik Sang Pembobol dan Sang Pembohong.

Robert Tantular adalah anak dari pemilik Bank Benteng yang kabur menggondol uang nasabahnya. Sedang Budi Sampurno adalah deposan Bank Century yang memiliki deposito $20juta. Karena tabiatnya yang suka membobol dana nasabah maka Bank milik Robert Tantular tersebut kolaps.

Akhirnya dia minta pinjaman ke BI melalui fasilitas PMS.Ada ketentuan bila suatu bank kolaps dan tidak ada kebijakan blanket guarrantee, maka nasabah hanya diganti maksimum Rp.1M. Kiranya dari sinilah salah satunya skandal Bank Century dimulai.

Ada juga rumor yang beredar, bahwa Budi Sampurno minta “penyelamatan” dananya yang tersimpan di sana, yaitu sebesar $20 Juta atau setara Rp.200 M. Bila Bank Century tidak diselamatkan maka uang itu hilang dan hanya diganti Rp.1M.Maka mulailah “penyelamatan” itu menjadi perampokan, dan parahnya diduga sebagian mengalir menjadi dana Capres.

“Jadi mengapa harus berbohong bahwa Presiden tidak dilapori dan tidak tahu kebijakan bail-out sebesar Rp.6,7T Maka ketemulah Sang Pembobol dan Sang Pembohong,” lontar sejumlah kalangan.>nt/ams