Kamis, 05 Desember 2013

SBY Tak “Berbudi”, Budi Tak “Bermulia” (Centurygate)

[RR1online]
KASUS Bailout Bank Century (Centurygate) sungguh sangatlah menyita perhatian masyarakat, dan tentu meresahkan pula. Sebab, kasus yang menyedot uang negara 6,7 Triliunan Rupiah itu, hingga kini belum jua dapat diketahui kapan ujungnya. Bukti bahwa gigi KPK masih tumpul.

Padahal sejauh ini,  sumber “bau busuk” centurygate serta kasus korupsi lainnya sudah sangat jelas tercium dan tersebar ke mana-mana hingga mengundang dugaan yang mengarah kepada para petinggi di negeri ini. Bahkan sangat besar dugaan, bau busuk yang menyengat itu berasal dari istana.

Meski dinilai sangat lambat, tetapi KPK sebetulnya sudah memperlihatkan perkembangan dari proses kasus Century ini sedikit demi sedikit. Yakni telah berhasil ditetapkannya dua tersangka, masing-masing adalah anak buah Boediono saat masih sama-sama di Bank Indonesia (BI), yaitu Budi Mulya dan Siti Fajriah. Budi Mulya kini telah di bui, sementara Siti Fajriah masih stroke sejak Bank Century ini resmi menjadi kasus.

Walau anak buahnya sudah dalam kondisi seperti itu, Boediono malah masih sempat menyatakan bahwa apa yang dilakukannya pada 2008 silam itu adalah merupakan “Tindakan Mulia”.

Banyak orang yang kurang paham dengan tindakan mulia apa yang dimaksud Boediono? Sebab, kenyataannya, banyak misteri dan keanehan yang mewarnai proses penanganan Bank Century tersebut hingga kepada pencairannya. Termasuk mengalir ke mana uang negara yang telah dicairkan itu?

Atau apa mungkin yang dimaksud Boediono sebagai tindakan mulia itu adalah mengarah kepada sebuah nama sebagai pelaku yang melakukan tindakan atas kasus tersebut? Artinya, tindakan “mulia” = pekerjaan yang hanya dilakukan Budi “Mulya”..? atau mungkin ada nama lain yang identik dengan kata “mulia”…?

Entahlah..? Yang jelas, oleh banyak pihak, Boediono dinilai telah mencoba melakukan upaya pembelaan diri (cuci-tangan) dan seakan-akan yang bersalah adalah bukan dirinya, tetapi orang lain.

Sayangnya, upaya “cuci-tangan” yang coba dilakukan Boediono itu dinilai tidak realis. Sebab, sangat tidak logis dan sama sekali tidak mulia jika Boediono ketika itu sebagai Gubernur BI kini berhasil menikmati jabatan sebagai Wapres, sementara yang harus menanggung seluruh risikonya adalah para anak buahnya. Sungguh kasihan dan memprihatinkan jika punya pimpinan seperti itu…!?!

Boediono Sudah Pernah Coba “Merampok Bank”
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla secara tegas telah menyatakan, bahwa kasus Bank Century tersebut adalah merupakan perampokan uang negara.

Dan secara gamblang mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli, pun dengan tegas dan terang-terangan menyebut Boediono (yang kala itu sebagai Gubernur BI) telah pernah (sebelum Bank Century) melakukan percobaan perampokan Bank Indover, namun gagal.

Begini ceritanya. Saat menjabat sebagai Gubernur BI tahun 2008, Boediono pernah minta izin kepada DPR dan KPK untuk melakukan bailout terhadap Bank Indover (Bank milik Pemerintah Indonesia di Belanda).

Saat itu, kata Rizal, Boediono telah mempresentasikan di hadapan DPR soal dampak ekonomi jika Bank Indover tak disuntik Rp.5 Triliun. “Jika Indover tidak di suntik Rp 5 triliun, kepercayaan investor rontok, arus modal asing berkurang, gonjang ganjing tukar rupiah. Itu yang diungkapkan Boediono (ke DPR),” ungkap Rizal Ramli saat menghadiri sebuah diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/11).

Setelah dari DPR, kata Rizal, Boediono kemudian menemui Ketua KPK saat itu Antasari Azhar. Sayangnya, KPK tak mengizinkan. Antasari malah berjanji akan menangkap Boediono jika BI benar-benar mem-bailout Indover. “..(Boediono) datang menemui Antasari, minta izin agar diperkenankan mem-bailout Bank Indover Rp 5 triliun. Dia (Boediono) lupa kalau Antasari mantan asisten Jaksa Agung Marzuki Darusman, waktu itu Indover bermasalah, dan Marzuki pergi ke Belanda untuk cek, aspek kriminal. Kalau kolaps bisa berdampak enggak ke Indonesia,” ungkapnya.

Lebih jauh, Ketua Umum Kadin ini menceritakan, kala itu gubernur Bank Belanda menyatakan jika Indover ternyata sudah ditangani oleh pemerintah Belanda. Jadi tidak akan berdampak pada Indonesia kalau pun bank tersebut collapse. “Gubernur Central Bank Belanda bilang enggak ada apa-apanya karena ini sudah dijamin,” ungkapnya.

Sehingga jika Bank Indover dihubungkan dengan kasus Bank Century, maka menurut Rizal, ide mem-bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun sebetulnya hanya bohong belaka. Sebab Boediono kala itu gagal merampok Bank Indover.

“Ide bailout Century itu bohong, ia (Antasari) mengancam jika pak Boediono suntik Rp 5 triliun saya akan langsung tangkap. Batal gunakan Bank Indover. Dua minggu kemudian ada ide nambal bank bocor lagi, Bank Century. Akhirnya disuntik Rp 6,7 triliun,” ujar Rizal Ramli mengungkapkan sikap tegas Antasari ketika itu.

Sehingga itu, Rizal Ramli menduga kuat, bailout Century itu sebetulnya hanya digunakan untuk dana kampanye di 2009. Menurut dia, sumber dana politik itu salah satunya dari perampokan bank.

Selaku salah satu anggota Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Rizal Ramli, bahkan mengurai, bahwa ada tiga cara mengumpulkan uang yang biasa dilakukan oleh penguasa yang ingin kembali berkuasa dalam pemerintahan. Setelah terkumpul, uang tersebut akan digunakan sebagai dana kampanye. Yaitu, dari kegiatan impor, perizinan, dan perampokan bank. “Uang, dana politik itu dihasilkan dari impor pangan, impor beras, impor kedelai, migas, distribusi perizinan dan ketiga dari perampokan bank,” pungkasnya.

Apa yang diungkapkan Rizal Ramli ini sebetulnya bisa menjawab pertanyaan tentang mengapa harus Boediono yang ditunjuk sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Pilpres 2009 itu. Dan sekaligus menjawab mengapa Jusuf Kalla (JK) seakan-akan tak dibutuhkan lagi berdampingan untuk kedua kali dengan SBY?
Secara logika pun bisa ditemukan jawabannya. Bahwa Boediono ditunjuk sebagai Cawapres, boleh jadi karena memang sebagai “balas budi” atau gratifikasi karena telah berhasil “menyedot” uang negara melalui Bank Century sebagai “pipet (alat) sedotannya”.

Dikutip Metrotvnews. Rizal Ramli mengungkapkan bahwa sebenarnya ada sembilan orang nama yang akan digodok sebagai cawapres SBY pada 2009, dan tidak ada nama Boediono. Tetapi, ketika dana talangan tersebut sukses, maka muncullah nama Boediono untuk menjadi cawapres SBY.

Lalu pertanyaan mengenai mengapa JK tak dibutuhkan lagi, padahal publik tahu persis bahwa ATM (Anggaran Tunjangan Menang) pada Pilpres 2004 paling banyak berasal dari kantong JK? Jawabnya, juga boleh jadi karena Boediono saat itu telah mampu menyiapkan dana dari hasil “perampokan” Bank Century tersebut.

Artinya, jika saja Boediono tak berhasil mem-bailout Century, maka SBY rasa-rasanya tidak akan memilih Boediono “secara gratis” untuk jadi Cawapres 2009. Sebab, bukankah jika menggelar kampanye pasangan pilpres itu sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit?

Pihak-pihak yang Harus Bertanggungjawab
Dikutip dutaonline. Para pakar hukum mengingatkan, ada tiga lembaga yang bertanggung jawab dalam kasus bailout Bank Century. Ketiga lembaga itu adalah Bank Indonesia yang saat itu dipimpin Boediono, LPS yang bertanggung jawab kepada Presiden dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pimpinan Sri Mulyani. Khusus LPS, pada akhirnya yang bertanggung jawab adalah Presiden SBY.

Bahkan dengan sangat tegas, Ketua DPP Partai NasDem Akbar Faizal juga mengatakan, Presiden SBY merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam kasus bailout Bank Century. Sebab, SBY sebagai kepala negara dianggap mengetahui aliran dana bailout Century Rp6,7 triliun itu. “Presiden (SBY) adalah penanggung jawab keuangan negara. Presiden pasti tahu dan harus tahu soal Century. Jangan pura-pura bodoh. Saya marah!” kata inisiator Pansus Bank Century Akbar dalam status BBM-nya.

Menyikapi seluruh uraian tersebut di atas, maka bisa dikatakan bahwa saat ini Boediono sedang cuci-tangan dan SBY pun akan coba lepas tangan. Dan mungkin seperti itulah yang sedang ingin dilakukan oleh kedua orang yang telah diambil sumpahnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2009-2014 itu.

Jika seandainya KPK benar-benar berani menetapkan Boediono sebagai tersangka, lalu SBY kemudian akan coba lepas tangan ketika diketahui bahwa Boediono ketika itu diduga sebetulnya hanya sebagai “aktor pengganti” dalam menggaet dana melalui Century, maka patut disebut SBY tak lagi “berbudi”.

Heran juga saya, kok kasus Bank Century ini cuma lebih banyak “melibatkan” nama “Budi dan Mulia” (Mulya), yaa.. (tersangka maupun saksi)??? Mulai dari Budi Mulya, Boediono (Budiono), Sri Mulyani, Budi Sumanto, Muliaman. Serta ada Budi yang kedua-duanya telah meninggal dunia dan sangat mengetahui kasus Century ini, yaitu Budi Rochadi (mantan Deputi Gubernur BI) dan Budi Sampoerna (Mantan Komisaris PT. HM Sampoerna Tbk). Sampai-sampai pernah pula muncul nama jargon pada pilpres 2009: “SBY-Berbudi”. Apakah karena memang orang yang terlibat dalam kasus Bank Century itu benar-benar telah berbudi dan bermulia…??? Hanya KPK yang bisa menjawabnya. Semoga KPK tidak menunda-nunda lagi prosesnya…!!!

Dan maaf jika semua itu ternyata benar adanya..!!!

SALAM PERUBAHAN…!!!!!
------
*Sumber: kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar